Selasa, 14 April 2015

MENGENAL SYOK



KEGAWATDARURATAN SYOK
1. Pengertian
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.
Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut:
a) Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
b) Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam.
c) Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
2. Etiologi
Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat).
Syok bisa disebabkan oleh:
· Perdarahan (syok hipovolemik)
· Dehidrasi (syok hipovolemik)
· Serangan jantung (syok kardiogenik)
· Gagal jantung (syok kardiogenik)
· Trauma atau cedera berat
· Infeksi (syok septik)
· Reaksi alergi (syok anafilaktik)
· Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
· Sindroma syok toksik.
3. Klasifikasi
v Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
v Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
v Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
v Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
v Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
4. Patofisiologi (Mekanisme Syok Secara Umum)
a. Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
1) Tahap kompensasi
2) adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
3) Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.
4) Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
5. Gejala Umum
Tanda – tanda shock secara umum :
Ø Keadaan umum lemah
Ø Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
Ø Takikardi
Ø Vena perifer tidak tampak
Ø Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50 mmHg dari tekanan semula.
Ø Hiperventilasi.
Ø Sianosis perifer.
Ø Gelisah, kesadaran menurun
Ø Produksi urine menurun
6. Pengkajian dan Penatalaksanaan Kedaruratan Syok Secara Umum
Sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-tama dapat
dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok adalah :
a. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
b. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
c. Periksa pernafasan korban (Breathing)
d. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
e. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
f. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
g. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit.
7. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada klien yang sedang dalam keadaan darurat tergantung pada masalah prioras yang ditampilkan oleh klien sebagai respon homeostasis tubuh,
Secara umum hal yang paling diutamakan dalam kegawatdaruratan adalah pernapasan, dan sirkulasi. Jadi diagnose yang mungkin muncul adalah;
1. Ineffective airway clearance (Nanda 1980, 1996, 1998) b/d Obstruksi Mekanik, Patologis, Penyakit sekunder
2. Risk Of Decrease Cardiac Output (Nanda 1980, 1996, 1998) b/d Hipovolemik.
8. Intervensi Keperawatan Gawat Darurat Berdasarkan Klasifikasi
A. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Etiologi Syok Kardiogenik
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi iskemik.
3. Infark miokard akut ( AMI),
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.
5. Valvular stenosis.
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya ).
8. Acute mitral regurgitation.
9. Valvular heart disease.
10. Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.
Patofisiologi Syok Kardiogenik
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:
Keluhan Utama Syok Kardiogenik
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
Tanda Penting Syok Kardiogenik
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.
Komplikasi Syok Kardiogenik
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
1. Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi
5. Bila mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa.
ü Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
ü Anti ansietas, bila cemas.
ü Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
ü Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
ü Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
ü adekuat.
ü Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
ü Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
ü Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
ü Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
ü Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
Obat alternatif:
Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007):
1. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan oksigen, pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena. Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.
2. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga kardiak output.
3. Inotropic support
· Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10 menit). Dobutamine menyediakan dukungan inotropik saat permintaan oksigen miokardium meningkat secara minimal.
· Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine.
· Pada dosis lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer.
· Pada dosis lebih besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.
· Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.
· Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka dapat dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.
4. Terapi reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan infark miokard akut dan syok kardiogenik.
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
B. Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
1. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
a) Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
b) Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2–5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8–12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
C. Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
1. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
Airway (membuka jalan napas).
Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
Breathing support,
segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
Circulation support,
yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
2. Pencegahan Syok Anafilaktik
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain:
§ Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat
§ Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
§ Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1–3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
§ Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.
3. Mempertahakan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
a) Pemberian Cairan
b) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
c) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
d) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
e) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
f) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
g) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.
h) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
i) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.
j) 
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
D. Syok Septik
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Manifestasi spesifik akan bergantung pada penyebab syok, kecuali syok neurogenik akan mencakup :
· Kulit yang dingin dan lembab
· Pucat
· Peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan
· Penurunan drastis tekanan darah
· Sedangkan individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan
· denyut jantung yang normal atau melambat tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.
1. Penatalaksanaan
1) Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum dan drainase luka dilakukan dengan tekhnik aseptik.
2) Pemberian suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif dilakukan selama 4 hari dari awitan syok.
3) Pemberian cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan termasuk antibiotik Dopamin, dan Vasopresor untuk optimalisasi volume intravaskuler
2. Komplikasi
Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan
Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia
Kesimpulan
Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka untuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan dengan benar.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
E. Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
Etiologi Syok Neurogenik
Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Manifestasi Klinis Syok Neurogenik
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Penatalaksanaan Syok Neurogenik
ü Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
ü Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
ü Posisi Trendelenburg.
ü Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
ü Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
ü Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
ü Dopamin; Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
ü Norepinefrin; Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
ü Epinefrin; Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
ü Dobutamin; Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.

AKUT ABDOMEN



Akut Abdomen
Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat
dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan pembedahan.
Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau
obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti
pada appendisitis atau sekunder melalui suatu pencemaran peritoneum karena perforasi tukak
lambung, perforasi dari Payer's patch,pada typhus abdominalis atau perforasi akibat trauma.
Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah nyeri akut pada
daerah abdomen. Kadang-kadang penyebab utama sudah jelas seperti pada trauma abdomen berupa
vulnus abdominis penetrans namun kadang-kadang diagnosis akut abdomen baru dapat ditegakkan
setelah pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang ketat.
Nyeri abdomen dan perdarahan merupakan suatu malapetaka yang sangat besar bagi seorang
penderita yang menderita akut abdomen alat pencernaan pada orang dewasa. Oleh karena
itu dokter yang memberikan pertolongan pertama harus memastikan dengan segera
1. diagnosis kerja sementara,
2. mengambil langkah-langkah untuk membuktikan kebenaran diagnosis dan
3. mengambil langkah-langkah penanggulangan yang tepat selama pembuktian kebenaran diagnosis.
Untuk penegakan diagnosis diperlukan pengumpulan data dengan mengadakan penelitian
terhadap penderita melalui pemeriksaan fisik penderita secara sistematis yang dimulai dengan
anamnesis penderita ditambah dengan pemeriksaan tambahan dan khusus. Bila penderita tidak sadar
atau terlalu sakit bisa dilakukan anamnesa keluarga (allo-anamnesa)Fk unmul 2004 2
Tabel 1. Diagnosis Banding Akut Abdomen
Anamnesis
Pada suatu penyakit bedah darurat anamnesis merupakan pemeriksaan yang sangat panting. Bahanbahan utama yang dapat diperoleh melalui anamnesis yang memberikan informasi
Sangat berharga pads proses penegakan diagnosis adalah :
A. Lokasi nyeri
Di atas telah diberikan daftar kemungkinan diagnosis banding dari penyakit-penyakit berdasarkan
lokasi.
Kwandran kanan atas:
1. Cholecystitis acute
2. Perforasi tukak duodeni
3. Pancreatitis acute
4. Hepatitis acute
5. Acute congestive hepatomegaly
6. Pneumonia + pleuritis
7. Pyelonefritis acute
8. Abses hepar
Kwandran kiri atas:
1. Ruptur lienalis
2. Perforasi tukak lambung
3. Pancreatitis acute
4. Ruptur aneurisma aorta
5. Perforasi colon (tumor/corpus
alineum)
6. Pneumonia + pleuritis
7. Pyelonefritis acute
8. Infark miokard akut
Paraumbilical:
1. Ileus obstruksi
2. Appendicitis
3. Pancreatitis acute
4. Trombosis A/V mesentrial
5. Hernia Inguinalis strangulata
6. Aneurisma aorta yang pecah
7. Diverculitis (ileum/colon)
Kwandran kanan bawah:
1. Appendicitis
2. Salpingitis acute
3. Graviditas axtra uterine yang pecah
4. Torsi ovarium tumor
5. Hernia Inguinalis incarcerata,strangulata
6. Diverticulitis Meckel
7. Ileus regionalis
8. Psoas abses
9. Batu ureter (kolik)
Kwandran kiri bawah:
1. Sigmoid diverculitis
2. Salpingitis acute
3. Graviditas axtra uterine yang pecah
4. Torsi ovarium tumor
5. Hernia Inguinalis incarcerata,strangulata
6. Perforasi colon descenden (tumor, corpus
alineum)
7. Psoas abses
8. Batu ureter (kolik)Fk unmul 2004 3
B. Radiasi perasaan nyeri
Kadang-kadang informasi mengenai cara penyebaran rasa nyeri (radiasi perasaan nyeri) dapat
memberikan petunjuk mengenai asal-usul atau lokasi penyebab nyeri itu. Nyeri yang berasal dari
saluran empedu menjalar ke sam ping sampai bagian bawah scapula kanan. Nyeri karena
appendicitis dapat mulai dari daerah epigastrium untuk ketnudian berpindah ke kwadran kanan
bawah. Nyeri dari daerah rektum dapat menetap di daerah punggung bawah.
C. Bentuk rasa nyeri
Nyeri pada akut abdomen dapat berbentuk nyeri terusmenerus atau berupa kolik
D. Perubahan fisiologi alat pencernaan
1. Nafsu makan, mual, muntah
2. Defekasi teratur, mencret, obstipasi
3. Perut kembung, serangan kolik
4. Sudah berapa lama semua perubahan ini berlangsung
E. Perubahan anatomi
1. Adanya benjolan neoplasma
2. Adanya luka akibat trauma
3. Adanya bekas operasi
Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan umum penderita (status generalis)
untuk evaluasi keadaan sistim pemafasan, sistim kardiovaskuler dan sistim saraf yang merupakan sistim
vital untuk kelangsungan kehidupan. Pemeriksaan keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada
penderita dilaksapakan secara sistematis dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Tanda-tanda
khusus pada akut abdomen tergantung pada penyebabnya seperti trauma, peradangan, perforasi atau
obstruksi.
Inspeksi
Tanda-tanda khusus pada trauma daerah abdomen adalah :
Penderita kesakitan. Pernafasan dangkal karena nyeri didaerah abdomen.
Penderita pucat, keringat dingin.
Bekas-bekas trauma pads dinding abdomen, memar, luka,prolaps omentum atau usus.
Kadang-kadang pada trauma tumpul abdomen sukar ditemukan tanda-tanda khusus, maka
harus dilakukan pemeriksaan berulang oleh dokter yang sama untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya perubahan pada pemeriksaan fisik.
Pada ileus obstruksi terlihat distensi abdomen bila obstruksinya letak rendah, dan bila orangnya
kurus kadang-kadang terlihat peristalsis usus (Darm-steifung).
Keadaan nutrisi penderita.
B. Palpasi
a) Akut abdomen memberikan rangsangan pads peritoneum melalui peradangan atau iritasi
peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah yang terkena iritasi.
b) Palpasi akan menunjukkan 2 gejala :
1. Perasaan nyeri
2. Kejang otot (muscular rigidity, defense musculaire)Fk unmul 2004 4
1.Perasaan nyeri
Perasaan nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan bertambah pads waktu palpasi sehingga
dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada peitonitis lokal akan timbul rasa nyeri di daerah
peradangan pads penekanan dinding abdomen di daerah lain.
2. Kejang otot (defense musculaire, muscular rigidity)
Kejang otot ditimbulkan karena rasa nyeri pads peritonitis diffusa yang karena rangsangan palpasi
bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot.
C. Perkusi
Perkusi pads akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal.
1) Perasaan nyeri oleh ketokan pads jari. Ini disebut sebagai nyeri ketok.
2) Bunyi timpani karena meteorismus disebabkan distensi usus yang berisikan gas pads ileus obstruksi
rendah.
D. Auskultasi
Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi perangsangan peritoneum yang
secara refleks akan mengakibatkan ileus paralitik.
E. Pemeriksaan rectal toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk juga merupakan
pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya trauma pads rektum atau keadaan ampulla recti
apakah berisi faeces atau teraba tumor.
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan tambahan berupa :
1. Pemeriksaan laboratorium
A) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian
pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis.
Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi
usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.
B) Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum
dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
2. Pemeriksaan radiologi
A) Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk menyingkirkan adanya
kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks.
Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam
rongga thoraks pada hernia diafragmatika.Fk unmul 2004 5
B) Plain abdomen foto tegak
Akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat
duodenum, corpus alienum, perubahan gambaran usus.
C) IVP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
D) Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan
Bereuna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
3.Pemeriksaan khusus
A) Abdominal paracentesis
Merupalcan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan
dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari
rongga peritoneum setelah dimasukkan 100--200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
B) Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
C) Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi.
D) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
Dari data yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan
pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis data untuk memperoleh diagnosis kerja dan masalahmasalah sampingan yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan tujuan pengobatan
bagi penderita dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan.
TUJUAN PENGOBATAN
Dapat dibagi dua :
1) Penyelamatan jiwa penderita
2) Meminimalisasi kemungkinanterjadinyacacaddalam fungsi fisiologis alat pencemaan penderita.
Biasanya langkah-langkah itu terdiri dari :
1) Tindakan penanggulangan darurat
A) Berupa tindakan resusitasi untuk memperbaiki sistim pernafasan dan kardiovaskuler yang
merupakan tindakan penyelamatan jiwa penderita. Bila sistim vital penderita sudah stabil dilakukan
tindakan lanjutan berupa (B) dan (C).
B) Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
C) Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.Fk unmul 2004 6
2)Tindakan penanggulangan definitif
Tujuan pengobatan di sini adalah :
1) Penyelamatan jiwa penderita dengan menghentikan sumber perdarahan.
2) Meminimalisasi cacad yang mungkin terjadi dengan cara :
a. menghilangkan sumber kontaminasi.
b. meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi dengan membersihkan rongga peritoneum.
c. mengembalikan kontinuitaspassage usus dan menyelamatkan sebanyak mungkin usus yang sehat
untuk meminimalisasi cacat fisiologis.
Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa operasi dengan membuka rongga abdomen yang
dinamakan laparotomi.
Laparotomi eksplorasi darurat
A) Tindakan sebelum operasi
1. Keadaan umum sebelum operasi setelah resusitasi sedapat mungkin harus stabil. Bila ini tidak
mungkin tercapai karena perdarahan yang sangat besar, dilaksanakan operasi langsung untuk
menghentikan sumber perdarahan.
2. Pemasangan NGT (nasogastric tube)
3. Pemasangan dauer-katheter
4. Pemberian antibiotika secara parenteral pads penderita dengan persangkaan perforasi usus,
shock berat atau trauma multipel.
5. Pemasangan thorax-drain pads penderita dengan fraktur iga, haemothoraks atau pneumothoraks.
B) Insisi laparotomi untuk eksplorasi sebaiknya insisi median atau para median panjang.
C) Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah :
1. Segera mengadakan eksplorasi untuk menemukan sumber perdarahan.
2. Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin.
Bila perdarahan berasal dari organ padat penghentian perdarahan dicapai dengan tampon
abdomen untuk sementara.
Perdarahan dari arteri besar hams dihentikan dengan penggunaan klem vaskuler.
Perdarahan dari vena besar dihentikan dengan penekanan langsung.
3. Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat diberikan kesempatan pads anestesi untuk
memperbaiki volume darah.
4. Bila terdapat perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan lubang perforasi atau reseksi usus
dengan anastomosis.
5. Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan NaCl fisiologik.
6. Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan eksplorasi sistematis dari seluruh organ
dalam abdomen mulai dari kanan atas sampai kiri bawah dengan memperhatikan daerah
retroperitoneal duodenum dan bursa omentalis.
7. Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain dan subkutis serta kutis dibiarkan

Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti pada apendisitis atau sekunder melalui suatu peritonitis karena perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer’s patch,pada typhus abdominalis atau perforasi akibat trauma (Dombal and Margulies, 1996)
Tanda dan Gejala
2.3.1 Nyeri perut
Keluhan yang paling menonjol pada gawat perut adalah nyeri. Nyeri perut ini dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik, dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut atau diluar rongga perut, misalnya di rongga dada.
2.3.1.1 Jenis Nyeri Perut
2.3.1.1.1 Nyeri viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang pada appendisitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut juga nyeri sentral (Sjamsuhidajat et all,2004).
Gambar 2. Letak nyeri sesuai dengan asal organ pada masa embrional.
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung, duodenum, sistem hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus besar sampai pertengahan kolon transversum yang menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid yang menimbulkan nyeri pada bagian perut bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak(Sjamsuhidajat , dkk., 2004).
2.3.1.1.2 Nyeri somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti disayat atau ditusuk, dan pasien dapat menunjuk dengan tepat dengan jari lokasi nyeri. Rangsang yang menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan, rangsang kimiawi atau proses radang (Sjamsuhidajat dkk., 2004).
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang peritoneum dan dapat menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada appendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik gerakan tubuh maupun gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga akan menambah intensitas nyeri sehingga penderita pada akut abdomen berusaha untuk tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan batuk (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
2.3.1.2 Letak nyeri perut
Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya sama dengan asal organ tersebut pada masa embrional, sedangkan letak nyeri somatik biasanya dekat dengan organ sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya. Nyeri pada anak presekolah sulit ditentukan letaknya karena mereka selalu menunjuk daerah sekitar pusat bila ditanya tentang nyerinya. Anak yang lebih besar baru dapat menentukan letak nyeri (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
2.3.1.3 Sifat nyeri
Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri yang diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat membantu menegakkan diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat, nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu kemungkinan terdapat rangsangan pada diafragma (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
2.3.1.3.1 Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah. Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada daerah ujung belikat. Abses dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma pada permukaan limpa atau hati juga dapat menyebabkan nyeri di bahu. Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labia mayora pada wanita atau testis pada pria (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
2.3.1.3.2 Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri phantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes zooster. Radang saraf pada herpes zooster dapat menyebabkan nyeri yang hebat di dinding perut sebelum gejala tau tanda herpes menjadi jelas (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).


2.3.1.3.3 Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat lokasi nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri yang timbul pada pasien akut abdomen dapat berupa nyeri kontinyu atau nyeri kolik (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
2.3.1.3.4 Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus menerus karena berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meraadang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat (Sjamsuhidaja, dkk., 2004).
2.3.1.3.5 Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Kolik biasanya disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam serangan, penderita sangat gelisah. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri dari serangan nyeri perut yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak paksa.
2.3.1.3.6 Nyeri iskemik         
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.
2.3.1.3.7 Nyeri pindah
Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual. Setelah radang mencapai diseluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan yang merupakan nyeri somatik. Nyeri pada saat itu dirasakan tepat pada peritoneum yang meradang, yaitu perut kuadran kanan bawah. Jika appendiks mengalami nekrosis dan ganggren nyeri berubah lagi menjadi nyeri yang hebat menetap dan tidak mereda. Penderita dapat jatuh pada keadaan yang toksis.
Pada perforasi tukak peptikduodenum, isi duodenum yang terdiri dari cairan asam garam empedu masuk ke rongga abdomen sehingga merangsang peritoneum setempat. Pasien akan merasakan nyeri pada bagian epigastrium. Setelah beberapa saat cairan duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon ascendens sampai sekitar caecum. Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh nyeri berpindah dari ulu hati pindah ke kanan bawah.proses ini berbeda dengan yang terjadi pada appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perforasi duodeum akan mengakibatkan general peritonitis jika tidak segera ditangani dengan baik.